Istilah Omnibus Law berasal dari kata omnibus dan law. Istilah omnibus (istilah deskriptif) secara asal usul berasal dari bahasa Latin, omnis, yang artinya sejumlah. Jika omnibus digabung dengan istilah law, yang berarti hukum, maka Omnibus Law dapat diartikan secara umum sebagai hukum yang berlaku secara menyeluruh.
Uraian tentang Omnibus Law
Dilansir dari situs web Lentera Kecil, dalam Edisi Kesembilan Kamus Hukum Black, disebutkan: “omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once; inculding many thing or having diverse purposes”. (Berkurang pada atau berurusan dengan berbagai objek atau item sekaligus; termasuk sejumlah besar elemen atau memiliki berbagai tujuan).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Omnibus law adalah regulasi hukum yang mencakup perubahan atau penghapusan berbagai undang-undang.
Sesuai definisi omnibus law maka sejatinya peraturan omnibus dapat menjadi solusi untuk mengurangi kompleksitas peraturan yang berlebihan, seperti yang dialami Indonesia saat ini dimana terdapat tantangan dalam regulasi yaitu penyusunan sistem yang kompleks dengan berbagai aturan yang beragam.
Ide Dasar Omnibus Law Konsep Omnibus Law adalah pengembangan peraturan yang menggabungkan beberapa hukum yang berisi tentang hal yang berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai semacam hukum induk yang mengatur (umbrella act).
Ketika peraturan semacam payung hukum itu diundangkan, maka sebagai konsekuensinya akan mencabut beberapa hukum-hukum spesifik, di mana ketentuan atau esensinya mungkin bisa jadi dinyatakan tidak berlaku, baik bagian tertentu maupun secara penuh. Jadi, prinsip Omnibus Law merupakan regulasi yang meliputi berbagai aspek dan komprehensif, tidak terikat pada satu rezim pengaturan saja.
Konsep Omnibus Law mula-mula berkembang di negara-negara common law dengan sistem hukum anglo saxon seperti AS, Belgia, Inggris, dan Kanada. Pemahaman omnibus law memberikan alternatif permasalahan yang disebabkan oleh peraturan yang terlalu banyak dan tumpang tindih.
Bila tantangan ini ditangani dengan cara umum, maka akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang signifikan. Tambahan pula, proses perancangan dan pembentukan ketentuan hukum seringkali menimbulkan kebuntuan atau ketidakcocokan kepentingan.
Salah satu contoh negara yang mengadopsi konsep omnibus law adalah Serbia pada 2002 untuk mengatur status otonom Provinsi Vojvodina. Undang-Undang yang dibentuk dengan konsep ini mencakup yurisdiksi pemerintah Provinsi Vojvodina mengenai berbagai aspek seperti budaya, pendidikan, bahasa, media, kesehatan, sanitasi, jaminan kesehatan, pensiun, perlindungan sosial, pariwisata, pertambangan, pertanian, dan olahraga.
Selain Serbia, menurut informasi yang diberikan oleh Privacy Exchange.org (Sumber informasi global mengenai konsumen, perdagangan, dan perlindungan data di seluruh dunia mengenai Undang-Undang Omnibus Nasional), konsep omnibus law juga sudah diadopsi oleh negara-negara seperti Argentina, Australia, Austria, Belgium, Canada, Chile, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Israel, Italy, Japan, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, The Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russia, Slovak Republic, Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Taiwan, Thailand, dan United Kingdom.
Sebenarnya ide dasar Hukum Omnibus serupa dengan model hukum omnibus yang sudah ada dalam berbagai negara selama beberapa waktu, terutama negara-negara dengan sistem hukum common law.
Di Amerika Serikat tercatat Legislasi Omnibus pertama kali diajukan pada tahun 1840. Di Kanada praktek Omnibus Bill dimulai pada tahun 1888.
Sedangkan konsep hukum omnibus di negara-negara bagian Asia yang ada di sebelah selatan pernah terjadi di Filipina dengan Omnibus Investment Code tahun 1987 dan Undang-Undang Investasi Asing tahun 1991. Di Vietnam, penggunaan konsep omnibus dicoba dilakukan untuk implementasi perjanjian WTO. Sumber: Omnibus Law.